BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap
individu merupakan sistem yang hidup dan terbuka. Hal ini berarti bahwa
individu mengalami kemajuan, perubahan, bersifat dinamis, dan tidak statis.
Dengan demikian, setiap individu mengalami proses yang disebut perkembangan. Perkembangan adalah perubahan-perubahan
yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau
kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progressif dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Untuk menuju ke proses kematangan itu melalui proses belajar an pembelajaran.
Pada
hakekatnya belajar itu merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi nya
belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran manusia. Berdasarkan
teori belajar tersebut, diharapkan suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih
meningkatkan pengetahuan manusia.
Gagne
(dalam Trianto, 2007: 12) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa
diperlukan kondisi belajar, baik kndisi internal maupun eksternal. Kondisi
internal merupakan peningkatan memori
siswa sebagai hasil belajar terahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan
komponen kemampuan yang baru dan ditempatkan bersama-sama. Kondisi eksternal
meliputi aspek atau benda dirancang atau ditata dalam pembelajaran. Sebagai
hasil belajar (Learning outcomes), Gagne
(dalam Trianto, 2007: 12) menyatakan dalam lima kelompo, yaitu intelektual skill, cognitive strategy,verbal
information, motor skill,dan attitude.
Selanjutnya,
Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal alam
pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang diharapkan. Dengan
demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelejaran yang memungkinkan mengaktifkan memori siswa
yang sesuai dengan informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi eksternal
bertujuan antara lain untuk merangsang ingatan, penginformasian tujuan
pembelajaran, membimbing belajar materi baru, memberikan kesemempatan kepada
siswa menghubungkan dengan informasi
baru.
Berkenaan
dengan teori belajar, ada beberapa macam teori, diantaranya teori belajar
bihavioristik, teori belajar kognitifistik, teori belajar kontruktivistik dan
lain sebagainya. Dialam makalah ini kelompok kami mencoba memaparkan mengenai
teori belajar kognitifistik karena kami beranggapan aspek kognitif memiliki
pengaruh yang besar dalam proses belajar dan pembelajaran siswa.
1.2 RUMUSAN MASALAH.
1.
Apa pengertian teori belajar kognitif
itu?
2.
Apa perbedaan teori belajar kognitif
dengan teori belajar behavioristik?
3.
Apa saja Teori-teori tentang teori
belajar kognitif?
4.
Bagaimateori aplikasi teori belajar
kognitif dalam kegiatan pembelajaran?
1.3 TUJUAN
1.
Mampu mendiskripsikan mengenai pengertian
teori belajar kognitif
2.
Mengetahui perbedaan teori belajar kognitif
dengan teori belajar behavioristik.
3.
Mengetahui Teori-teori tentang teori
belajar kognitif
4.
Mengetahui aplikasi teori belajar kognitif
dalam kegiatan pembelajaran
BAB 2
ISI
2.1
PENGERTIAN TEORI BELAJAR KOGNITIF
Secara
sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
berfikir lebih komplek serta kemampuan melaksanakan penalaran dan pemecahan
masalah. Dengan berkembangannya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga akan mampu manjalankan
fungsinya dengan wajar dan interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan
sehari-hari.
Prinsip teori psikologi kognitif
adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu
senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman atas
dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan, ide-ide, dan prinsip yang
dipilih untuk kepentingan dirinya sendiri.
a.
Pengertiam
Belajar Menurut Teori Kognitif
Sehubungan dengan Belajar,Teori kognitif
memandang bahwa belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Adapun perubahan tingkahlaku yang tampak sesungguhnya adalah
refleksi dari perubahan interaksi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang
diamati dan difikirkan
Teori kognitif
juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu stuasi saling berhungan dengan
seluruh konteks stuasi tersebut.Memisah misahkan atau membagi-bagi
stuasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen ya ng kecil-kecildan
mempelajarinya secara terpisah-pisah,akan kehilangan makna .Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencangkup
ingatan,retensi,pengolahan informai,emosi,dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya.Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat
kompleks . Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan-pengaturan
stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah
dimiliki dan terbentuk didalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman,dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajarnya.Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.Tiadak
seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses balajar hanya
sebagai hubungan stimulus-respon ,model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif
mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang stuasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Belajar
merupakan perubahan presepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang nampak.
Model
Psikologi kognitif berpusat pada pikiran dan bekerjanya pikiran contoh
model ini yang paling awal adalah
strukturalisme dan proses pengolahan informasi merupakan contoh yang paling
akhir. model pemprosesan informasi telah mengantikan psikologi stimulus
respon(masukan-keluarkan). Sampai saat ini peranan proses kognitif masih
penting dibidang penelitian psikologi seperti psikologi perkembangan dan
penelitian tentang motivasi. Hal ini didukung oleh faktor-faktor berikut
1.
Terbatasnya penjelasan mengenai
aktivitas manusia
2.
Adanya penerimaan pandangan tentang
individu sebagai manusia belajar yang aktif, sosial dan bersifat selalu ingin
tahu
3.
Adanya pandangan yang mengatakan bahwa
perubahan tingkah laku merupakan interaksi orang dan situasi.
b.
Tujuan
Teori Pembelajaraan kognitif
Tujuan teori psikologis untuk
membentuk hubungan yang teruji yang teramal dari tingkah laku orang-orang pada
ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya.
Untuk dapat memahami atau memprediksi suatu perilaku, kita harus memperhatikan
orang tersebut dengan lingkungan psikologisnyasebagai pola ari fakta dan
fungsi-fungsi yang saling membutuhkan.
Teori kognitif dikembangkan
terutama untuk membantu guru memahami
muridnya. Ternyata, hal itu juga mampu membantu guru memahami dirinya
sendiri dengan lebih baik. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai
proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif
an mengubah hal-hal yang lama. Agar belajar menjadi efektif, guru harus
memperhatikan dirinya sendiri dan orang lain. Jadi, psikologi kognitif
dikembangkan dengan maksud membantu guru-guru mampu memahami muridnya secara
lebih baik. Psikologi kognitif mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaaat
untuk berhubungan dengan anak-anak dan pemuda saat belajar.
Teori belajar kognitif dibentuk
dengan mengkontruksikan prinsip-prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa
prosedur-prosedur yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan
hasil yang sangat produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana
seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan
bahwa diri dan lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang
kait-mengait. Teori ini dikembangkan berasarkan tujuan yang melatarbelakangi
perilaku, cita-cita, cara-cara, dan bagaimana seseorang memahami diri dan
lingkungannya dalam usaha mencapai tujuan dirinya.
2.2 PERBEDAAN TEORI
BELAJAR KOGNITIF DENGAN TEORI BELAJAR
BIHAVIORISTIK
Teori
belajar kognitif menentang aliran behavioristik karena pandangan behavioristik
ini bersifat monokuler, memandang tingkahlaku sebagai hasil dari
stimulus-respons saja sehingga tidak dapat menggambarkan proses mental yang
terjadi. Semua pendekatan dari teori belajar perilaku tampaknya kurang
mengindahkan proses-proses mental yang terjadi selama belajar seperti presepsi
siswa, pemahaman, dan kognisi dari hubungan esensial antara unsure-unsur yang
terjadi dalam belajar. Dilaain pihak, teori kognitif menekankan pada apa saja
yang terjadi dalam diri individu itu sendiri alam menganalisis stimulus sampai
dengan munculnya respons. Teori kognitif menggambarkan bagaimana seseorang
mencapai pemahaman atas dirinya sendiri serta lingkungannya dalam satu situasi
dan bagaimana struktur kognitif terbentuk
Perbedaan
pandangan kedua teori ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1.
Teori Kognitif
Menekankan pada Fungsi-fungsi Psikologis.
Pada
umumnya Teori Behavioristik cenderung menjelaskan karakter suatu aktivitas dari
segi fisiknya saja dan mengabaikan pengaruh psikologisnya. Segi psikologis
artinya adanya kecocokan atau sejiwa dengan logika/pengetahuannya, sedangkan
ahli teori kognitif memperhatikan dunia sekeliling dari sudut siswa yang
memperhatikan psikologis(proses mental), huubungan dan kejadian yangsa ling
mempengaruhi yang berbeda dengan objek fisiknya. Selain itu psikologis kognitif
memperhatikan pula sistem syaraf.
2.
Teori Kognitif
Berfokus pada Saat Ini.
Teori
perilaku dan apersepsi menggunakan sejarah, yaitu masa lalu orang lain untuk
mempelajari perilaku manusia dan motivasinya, kemudian memprediksi masa
depannya, seangkan pendekatan yang
digunakan psikologi kognitif adalah situasi atau sejarah masa kini manusia
untuk mempelajari keadaan individu pada saat ini untuk kemudian memprediksi
masa depanya. Ciri penting teori belajar kognitf adalah selalu diawali dari
suatu deskripsi mengenai situasi saat itu secara keseluruhan dan berlanjut ke
analisis rinci ari segala aspek situasi. Ide yang harus dipertahankan adalah
bahwa tidak ada dua konsep atau lebih yang terpisah secara tersendiri tetepi
segala hal selalu bergabtung kepada sesuatu hal yang lain. Kekinian bisa
berarti saat ini. Ruang kehidupan adalah suatu konsep yang berisi segala hal
yang berkaitan dengan jiwa yang melingkupi jiwa seseorang pada suatu waktu
tertentu.
3.
Berinteraksinya
Orang dan Lingkungan
Dalam teori
kognitif terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya secara simultan dan
saling membutuhkan. Masing-masing tidak terpisahkan, tetapi saling berkaitan.
Interaksi adalah proses kognitif dimana didalamnya seseorang secara psikologi,
dan simultan memahami lingkungannya dan menemukan beberapa hal yang bermakna. Selanjutnya,
orang tersebut akan menghubungkan pemahaman yang diperolehnya dengan dirinya,
berbuat sesuatu atas pemahamannya itu sesuai dengan dirinya dan menyadari
konsekuensi dari prosese tersebut secara keseluruhan.
Berdasarkan berbagai
pandangan diatas maka prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Belajar merupakan peristiwa
mental yang berhubungan dengan berfikir, perhatian, presepsi, pemecahan masalah
dan kesadaran.
b) Sehubungan dengan
pembelajaran, teori belajar berperilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat
bahwa guru harus memprihatikan perilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian
tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga memperhatikan faktor manusia dan
lingkungan psikologisnya.
c) Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan
berfikir orang tidak sama dan tidak tepat dari waktu ke waktu.
2.3 TEORI-TEORI TENTANG BELAJAR KOGNITIF
A. Teori Perkembangan Pieget
Teori Perkembangan
Kognitif, dikembangkan oleh Jean
Piaget, seorang psikolog
Swiss yang hidup tahun 1896-1980.
Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan,
yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan
dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada
kenyataan. Menurut pieget perkembangan
kognitif amerupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan
pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya
umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin
meningkatkan kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan
mengalami adaptasi biologis dengan lingkungan yang akan menyebabkan adantya
perubahan kualitatif dalam stuktur kognitifnya. Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara
kuantitatif . Ia menyimpulkan bahwa daya fikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Bagaimana
seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya berhubungan dengan
dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan dan
mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru
sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat
mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak,ia
harus melakukan adaptasi dengan lingkungan.
Proses
adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai
dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah
proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain,
apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah
dipunyainya. Proses tersebut disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur
kognitifnya sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang
diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
Asimilasi
dan akomodasi akan terjai apabila seseorang mengalami konflikkognitif atau
suatu ketidak keseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang
dilihat atau dialami sekarang. Proses ini mempengaruhi kognitif. Menurut
Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi dan ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi. Sebagai cintoh, seorang anak yang sudah memahamik prinsip
pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses
pengintegrasian antara prinsip pengurangan atau sudah dikuasainya dengan
prinsip pembagain (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika
anak tersebut diberikan soal-soal pembagian , maka situasi ini disebut proses
akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat megaplikasikan atau memakai
prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus
menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbang.
Proses penyeimbang yaitu penyeimbang antara lingkungan luar dengan struktur
kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi. Tanpa
proses ekuilibrasi, perkembangn kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan
tidak teratur (disorganezet). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara
yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya.
Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan dalam stuktur kognitif.
Sebagaimana dijelaskan diatas,
proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif merupakan fungsi
dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan
tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan
tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini
bersifat hirarki artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan
seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada diluar tahap kognitifnya. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami
dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin
canggih seiring pertambahan usia:
a) Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan
selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode
sensorimotor adalah periode
pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai
perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema
refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama
dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase
reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase
reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan
dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi
reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan,
saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen
walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase
reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
b) Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua
dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan
bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari
fungsi psikologis muncul. Pemikiran
(Pra)Operasi dalam teori
Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak
memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan
pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua
sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai
merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka
masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda
yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
c) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga
dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai
ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka
dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir
kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas
lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi
cangkir lain.
Penghilangan
sifat Egosentrisme—kemampuan untuk
melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan
Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan.
Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap
boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
d) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget.
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap
ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini,
seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia
tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada
"gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),
menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran
moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Piaget
mengemukakan bahwa penggunaan operassi formal bergantung pada keakraban daerah
subyek tertentu. Apabila siswa akrab dengan suatu subyek tertentu, lebih besar
kemungkinannya menggunakan operasi formal (Trianto, 2007:16).
Proses
belajar dialami seoranga anak pada tahap sensorimotor tertentu akan berbeda
dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap praoperasional,
dan akan berbeda puloa dengn mereka yang sudah berada pada konkret bahkan mereka yang sudah berada pada
tahap operasional formal. Secara umum semakin tinggi tahap perkembangan
kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstraks cara berfikirnya.
Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar
dapat dalam rancangan dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan
tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai
dengan kemampuan dan kerakter siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
Menurut Piaget (dalam Trianti,
2007:16) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh
anak aktif memanipulasi an aktif berinteraksi engan lingkungannya.
Menurut
Teresa M.McDevitt dan Ellis Ormord (dalam desmita,2009) menyebutkan beberapa
implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah:
· Memberikan
kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek
fisikdan fenomena-fenomena alam.Anak-anak dari semua usia akan banyak mendapat
pelajaran dari hasil eksplorasi dunia nyata.Pada tingkat pra-sekolah,eksplorasi
ini dapat berupa permainan dengan air,pasir,balok-balok kayu,dll.Selama tahun
sekolah dasar,eksplorasi mungkin dilakukan melalui beberapa aktifitas seperti
melempar dan menangkap bola,menjelajah alam,membangun strutur bangunan dengan
menggunakan stik es krim,dll.Sedangkan untuk usia disekolah menengah,meskipun
telah memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak masih perlu diberi kesempatan
untuk memalipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkrit,seperti
bereksperimen dengan menggunakan alat-alat di laboratorium,peralatan memasak
dan makan, atau dengan menggunakan peralatan tukang kayu.
· Mengeksplorasi
kemampuan penalaran siswa dalam mengajukkan pertanyaan-pertanyaan atau
pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
Dengan memberikan tugas-tugas yang berdasarkan
teori Piaget,baik yang berkaitan dengan ketrampilan berpikir oprasional konkrit
maupun operasional abstrak,serta dengan mengopserfasi respon siswa terhadap
tugas-tugas tersebut,guru akan mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang
bagaimana pemikiran dan penalaran para siswa.Dengan mengetahui pemikiran dan
penalaran siwa,guru akan dapat menyusun kurikulum dan materi pelajaran yang
sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir mereka.
· Tahap-tahap
perkembangan kognitip Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah
laku siswa dan mengembangkan rencana pembelajaran
Tahapan pemikiran yang bertuang
dalam teori Piaget dapat memberikan petunjuk tentang pemikiran dan proses
penalaran siswa pada berbagai tingkat usia.Guru sekolah dasar misalnya akan
memahami bahwa siswanya kemungkinan menghadapi kesulitan dengan pecahan atau
desimal dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti konsep
keadilan,kebaikan,dll).Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih
mengharapkan siswanya mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat
meskipun masih berupa pemikiran yang tidak realistis.
· Tahap-tahap
perkembangan kognitip Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam
memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tungkat kelas yang
berbeda.
Pada setiap tingkat perkembangan
kognitip,siswa secara aktip diberi semangat dalam proses pembelajaran.Guru
harus tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan berfikir siswa saat
sekarang.Proses pendidikan di sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk
mengalami pengalaman atas dunia.
· Merancang
aktifitas kelompok dimana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa
lain.
Piaget
melihat adanya nilai pendidikan yang sangat besar di dalam interaksi-interaksi sosial dengan
teman sebaya sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan
dunia yang berbeda dengan pandangan sendiri.Artinya, interaksi dengan teman
sebaya akan memungkinkan siswa menguji pemikirannya,merasa tertantang,menerima
umpan balik dan melihat bagaimana orang lain mengatasi masalah.
Dalam
perspektif pemrosesan informasi,pembelajaran dipandang sebagai proses memasukan
informasi ke dalam memori,mempertahankan,dan kemudian mengungkapkannya
kembalinya untuk tujuan tertentu dikemudian hari.Bagaimana peserta didik menyimpan
dan menyerbarkan informasi,bagaimana ia mengambil kembali informasi untuk
melaksanakan aktifitas-aktifitas belajar yang komplek menunutut adanya
ketrampilan kognitif.
Secara umum adapun implikasi penting dalam model pembelajaran dari
teori piaget adalah sebagai berikut:
1.
Memusatkan
perhatian pada berpikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya.
Disamping kebenaaran kawaban siswa guru harus memahami proses yang digunakan
anak seingga sampai pada jawaban tersebut.(bandingkan dengan teori belajar
behateoristik yang hanya memusatkan perhatian kepada hasilnya
,kebenaran,jawaban,atau perilaku siswa yang dapat ditamati).Pengamatan belajar
yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang
mutakhir,dan jika guru penuh perhatianterhadap metode yang digunakan siswa
untuk sampai pada kesimpulan tertentu ,baulah dapat dikatakan guru berada dalam
posisi memberikan pengalaman sesuai dengan yang dimaksud.
2.
Memperhatikan
peranan pelik dan inisiatif anak sendiri,keterlibatan aktif dalam kegatan
pembelajaran.didalam kelas piaget ,penyajian pengetahuan jadi(ready-made) tidak
mendapat peenekanan ,melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan
itu(discoveri maupun inquiry) melalui interaksi spontan dengan
lingkungannya.Oleh sebab itu guru dituntutt mempersiapkan berbagai kegiatan
yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia
fisik.menerapkan teori piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak
menggunakan penyelidikan.
3.
Memaklumi
akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan teori piaget
mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
melewati urutan perkembangan yang sama,namun pertumbuh itu berlangsung
pada kecepatan yang berbeda.Oleh sebab itu guru mampu melakuakan upaya untuk
mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari paa bentuk kelas yang
utuh.
Implikasi dalam proses pembelajaran saat guru
memperkenalkan informasi ang melibatkan siswa menggunakan
konsep-konsep,memberikan wakyu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan
menggunakan pola-pola berfikir formal.
B. Teori Belajar Menurut Brunner
Jerome Brunner
(1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi
perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai
berikut:
a. Perkembangan
intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menggapai suatu rangsangan.
b.
Peningkatan pengetahuan tergantung pada
perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c.
Perkembangan intelektual meliputi
perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui
kata – kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d.
Interaksi secara sistematis antara
pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya.
e.
Bahasa adalah kunci perkembangan
kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk
memahami konsep – konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasi suatu konsep pada orang lain.
f. Perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif
secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam memandang proses belajar,
Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.
Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan
bahwa proses belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh – contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika piaget
menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan
bahsa seseorang, maka Brunner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kognitif.
Ada 3 aspek pokok
bahasan yang terikat dengan perkembangan kognitif, yaitu:
a. Bahasa
Bahasa adalah
segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan disimbolisasikian agar
dapat menyampaikan arti kepada orang
lain (Mulyani Sumantri, tanpa tahun). Oleh karena itu perkembangan bahasa
dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata.
Perkembangan Bahasa
terbagi atas 2 periode besar, yaitu;
1.
Periode
prelinguistik(0-1 tahun)
2.
Periode
linguistik ( 1-5 tahun)
a. Fase satu kata (holofrase)
a. Fase satu kata (holofrase)
b.
Fase
lebih dari satu kata
c.
Fase
differensiasi
b. Memori
Memori adalah recognition
dan recall. Recognition adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang telah dikenali sebelumnya. Recall
adalah kemampuan menjelaskan tentang pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
(Lange, dalam Papalia, old dan Feldmand, 1998). Kemampuan recall dipengaruhi
oleh motivasi yang tinggi dan pola belajar yang strategis.
c.
Intelegensi
C.P Chaplin (1975) mengartikan intelegensi itu sebagai kemampuan
menghadapi dan menguasai diri terhadap situasi baru secara cepat dan efisien.
Menurut Gardner
,ada 8 jenis kecerdasan (Hoerr,2000) yaitu:
1. Kecerdasan
Bahasa :kepekaan pada makna dan susunan kata.Anak yang cerdas bahasa,biasanya
banyak bercerita,kosa katanya lebih banyak dibandingkan rata-rata usia.Pada
anak yang lebih besar,mereka mampu menulis cerita.
2. Kecerdasan
Logika/Matematika:kemampuan untuk menangani relevansi/argumentasi serta
mengenali pola dan urutan.Anak yang cerdas logik/matematika akan menyukai soal
hitungan,memecahkan masalah dan menganalis situasi,memahami cara kerja
sesuatu,memperlihatkan ketepatan dan pemecahan masalah,bekerja dalam situasi
yang mengandung jawaban jelas.
3. Kecerdasan
Musikal/:kepekaan terhadapan titi nada,melodi,irama.Anak yang cerdas musik
biasanya suka mendengarkan dan bermain musik,menyesuaikan perasaan dengan musik
dan irama,bernyanyi dan bersenandung,menciptakan dan meniru lagu.
4. Kecerdasan
Kinestetik:kemampuan untuk menggunakan tubuh dengan terampil dan memegang obyek
dengan cakap.Anak yang cerdas kinestetik akan berolahraga dan aktif secara
fisik,berani mengambil resiko dengan tubuh mereka,menari,bermain peran dan
meniru gerak,membuat hasta karya dan bermain dengan benda mekanis.
5. Kecerdasan
Spasial:kemampuan untuk mengindera dunia secara akurat dan menciptakan kembali
atau mengubahnya secara akurat.Anak yang cerdas spasil sering membuat coretan
dengan lukisan tampilan 3 dimensi,mengamati dan menciptakan peta dan diagram
,membongkar dan menyusun kembali barang-barang.
6. Kecerdasan
Naturalis:kemampuan untuk mengenali dan mengklasifikasi aneka spesies,flora dan
fauna.Anak yang cerdas naturalis banyak meluangkan waktu di luar
ruangan,mengumpulkan tanaman,bebatuan dan binatang,mendengarkan bunyi-bunyian
di luar,memperhatikan hubungan di alam,mengelompokan flora dan fauna.
7. Kecerdasan
Interpersonal:kemampuan untuk memahami orang dan membina hubungan.Anak yang
cerdas interpersonal biasanya memiliki banyak kawan,dapat memimpin,berbagi,
menengahi,membuat kesepakatan,membantu teman memecahkan masalah dan menjadi
anggota kelompok yang efektif.
8. Kecerdasan
Intrapersonal:akses pada kehidupan emosional diri sebagai sarana untuk memahami
diri sendiri dan orang lain.Anak yang cerdas intrapersonal biasanya sering
merenung,mengendalikan perasaan,mengejar minat pribadi,menyusun agenda,belajar
dengan mengamati dan mendengarkan.
Menurut Brunner perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
1)
Tahap enaktif, seseorang melakukan
aktivitas – aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.
Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2)
Tahap ikonik, seseorang memahami objek –
objek atau dunianya melalui gambr – gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) daan perbandingan (komparasi).
3)
Tahap simbolik, seseorang telah mampu
memiliki ide – ide atau gagasan – gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui simbol – simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagianya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berfikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun
begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses pembelajaran.
Menurut Brunner, perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan
menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya
mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara
mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukan cara mengurutkan
materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian secara
berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci.
Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakan dalam model
kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari
dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.
Demikian juga
model pemahaman konsep dari Brunner (dalam degeng, 1989), menjelaskan bahwa
pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan
yang brbeda menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan
mengkategorikan meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh – contoh
(objek – objek atau peristiwa – peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan
dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep – konsep ada
sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu
tindakan untuk membentuk kategori – kategori baru. Jadi merupakan tindakan
penemuan konsep.
Menurut Brunner,
kegiatan mengkategorikan memiliki dua komponen yaitu;
1) tindakan pembentukan konsep,
2) tindakan pemahaman konsep.
Artinya langkah pertama adalah
pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antara keduannya
adalah :
1)
Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk
perilaku mengkategorikan ini berbeda.
2)
Langkah – langkah dari kedua proses berfikir
tidak sama.
3)
Kedua proses mental membutuhkan strategi
mengajar yang berbeda.
Brunner memandang bahwa suatu
konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila
ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;
1) Nama
2) Contoh
– contoh baik yang positif maupun yang negatif
3) Karakteristik,
baik yang pokok maupun tidak
4) Rentangan
karakteristik
5) Kaidah
Menurut brunner, pembelajaran yang
selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan
kemampuan analisa, kurang mengembangkan kemampuan berfikir intuitif. Padahal
berfikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika,
biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep –
konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat
belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah untuk memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(discovery learning).
Brunner menyarankanagar siswa –
siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif denagn konsep – konsep
dan prinsip – prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan
melakukan eksperimen – eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
prinsip – prinsip itu sendiri.
C.
Teori Belajar
Menurut Ausubel
Teori
belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau
belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Belajar bermakna
merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan
yangterdapat dalam struktur kognitif seseorang. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
dalam bentuk struktur kognitif.
Struktur
kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang
yang mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam
suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada
konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan
konsepsi ini adalah Ausubel.
Dikatakan
bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur
hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak
membawahi pengetahuan yabg lebih spesifik dan konkret. Demikian juga
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari
keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.
Advance
organizers yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi
tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Pengguaan advance
organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi
atau ringkasan-ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan
hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika
ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi
pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan
pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikembangkan oleh Ausubel
tersebut, dikembangkan oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih
eksplisit yang disebut dengan skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata
berfungsi untuk mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah,
atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan
bahwa skemata memilih fungsi ganda, yaitu :
1)
Sebagai
skema yang menggambarkan atau mempresentasikan organisasi pengetahuan.
Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam
skemata yang dimilikinya.
2)
Sebagai
kerangka atau tempat untuk mengaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.
Skemata
memiliki asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan
pengetahuan ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih
terperinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses
belajar yang paling dasar yaitu mengasimilsikan pengetahuan baru ke dalam
skemata yang tersusun sacara hierarkhis. Struktur yang dimiliki individu
menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru.
Dengan kata lain, skemata yang dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama
terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari orang tersebut. Oleh sebab itu
maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran
serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan
pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan
asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan
informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi
yang khusus dan spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan
sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Regeluth
dan Stein (1983) mengatakan bahwa skemata dapat dimodifikasikan oleh
pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru. Anderson
(1980) dan Tenyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki
individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan pada masing-masing
individu. Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin
besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik
cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan
tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
Konsepsi
dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam
pengembangan-pengembangan teori pembelajaran. Beberapa pemikiran ke arah
penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi
pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif,
dikemukakan sebagai berikut (Degeng, 1989) :
a.
Hirarki
belajar
Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan
materi pelajaran dengan memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang
dituangkan dalam suatu struktur isi yang disebut hirarkhi belajar. Keterkaitan
di antara bagian-bagian bidang studi yang dituangkan dalam bentuk prasyarat
belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum
pengetahuan yang lain dipelajari.
b.
Analisa
tugas
Cara
lain dipakai untuk menunjukkan isi bidang studi adalah information pricessing appoarch to task analysis. Tipe hubungan
prosedural ini memberikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungn
prosedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir
dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai
dari langkah yang terakhir.
c.
Subsumptive
sequence
Ausubel
mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat
menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar. Ia menggunakan urutan
umum ke rinci atau subsumptive sequence sebagai
utama untuk mengorganisasi pengajaran. Perolehan belajar dan retensi akan dapat
ditingkatkan bila pengetahuan baru diasimilasikan dengan pengetahuan yang sudah
ada.
d.
Kirikulum
spiral
Gagasan
tentang kurikulum spiral yang dikemukakan oleh Bruner dilakukan dengan cara
mengurutkan pengajaran. Urutan pengajaran dimulai dengan mengajarkan isi
pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarakan isi yang
sma dengan cakupan yang lebih rinci.
e.
Teori
skema
Teori
skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Teori ini memandang bahwa belajar
sebagai perolehan pengetahuan baru dalam ini seseorang dengan cara
mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Hasil belajar sebagai
hasil pengorganisasian struktur kognitif yang sudah baru. Struktur kognitif
yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative
schema pada proses belajar berikutnya.
f.
Webteaching
Webteaching
yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang
studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang
akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus
diintregasikan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
g.
Teori
elaborasi
Teori
elaborasi mengintregasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi
pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif tentang
cara mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro. Teori ini mempreskripsikan
cara pengorganisasian isi bidang studi dengan mengikuti urutan umum ke rinci,
dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari),
kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
2.4 Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif di jelaskan sebagai suatu
aktifitas belajar yang berkaiatan dengan penataan informasi, reorganisasi
perceptual, dan proses internal.Kegitan pembelajaran yang berpijak pada teori
belajar kognitif ini sudah banyak di gunakan.Dalama merumuskan tujuan
pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak tujuan
mekanistik sebagaimana yang di lakukan dalam behavioristik.Kebebasan dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih
bermakna bagi siswa.Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Siswa
bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam prroses berfikirnya.Mereka mengalami
perkembangan kognitif melaluitahap-tahap tertentu.
2.
Anak
usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,
terutana jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.
Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat di pentingkan, karena hanya dengan
mengangtifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dapat
terjadi dengan baik.
4.
Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah di miliki si belajar.
5.
Pemahaman
dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran dengan menggunakan pola atau
logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.
Belajar
memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.Agar bermakna,
informasi baru harus di sesuaikan akan di hubungkan dengan pengetahuan yang
telah di miliki siswa.Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang
sedang di pelajari dengan apa yang telah di ketahui siswa.
7.
Adanya
perbedaan individual pada diri siswwa perlu di perhitungkan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.Perbedaan tersebut misalnya pada
motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Kegiatan tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan
yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar.Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka
proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan
baik.Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk
belajar sendiri melalui aktifitas menemukan(discovery).Cara demikian akan
mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak di lakukan
pengulangan.Hal ini tercemin dari model kurikulum spiral yang di kemukakannya.Berbeda
dengan Bruner, Ausebel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu.Dalam proses
belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif.Hal ini tampak dari
konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajar
yang akan di pelajari siswa.
Dalam pemahaman di atas, maka langkah-langkah pemebelajarn yang di
kemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda.Secara garis besar
langkah-langkah peembelajaran yang di kemukakan oleh Suciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat di gunakan.Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah
–Langkah pembelajaran menurut Piaget:
1.
Menentukan
tujuan pembelajaran.
2.
Memilih
materi pembelajaran.
3.
Menentukan
topic-topik yang dapat di pelajari siswa secara aktif.
4.
Menentukan
kegiatan belajar yang sesuai untuktopi-topik tersebut, misalnya penelitian,
memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya.
5.
Mengembangkan
metode pembelajaran untuk merangasang kreatifitas dan cara berfikir siswa.
6.
Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner:
1.
Menentukan
tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
3.
Memilih
materi.
4.
Menentukan
topic-topik yang dapat di pelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
5.
Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya
untuk di pelajari siswa.
6.
Mengatur
topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleksm dari yang konkret ke
abstrak, atau dari tahap anaktif, ikonik, sampai ke simbolik.
7.
Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran Ausubel:
1.
Menentukan
tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan
identifikasi karekteristik siswa (kemampuan awal, motivikasi, gaya belajar, dan
sebagainya).
3.
Memilih
materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk
konsep-konsep inti.
4.
Menentukan
topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan di
pelajari siswa.
5.
Mempelajari
konsep-konsep ini tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.
Melakukan
penilain proses dan hasil belajar siswa.
BAB
3
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Pengertian
belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak
selalu selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan dapat di
ukur.Asumsi teori ini adalah bahwa setipa orang telah memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yand di
milikinya.Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau
informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah di miliki
seseorang.
Di antara para pakar teori kognitif, paling tidak ada
tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, Audubel.Menurut Piaget, kegiatan
belajar terjadi sesuai dengan pola tahap –tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang, serta melalui proses asimilasi akomodasi dan equilibrasi.Sedangkan
Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih di tentukan oleh umur.Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.Menurut
Bruner ada beberapa aspek yang mempengaruhi perkembangan kognitif, diantaranya
seperti Bahasa, Memori,
dan Intelegensi.
Sementara
itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu
mengasimilasi pengetahuan yang telah di milikinya dengan pengetahuan
baru.Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus,
memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah di
simpan.
Dalam
kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat di pentingkan.Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan
baru dengan sruktur kognitif yang telah di miliki siswa.Materi pelajaran di
susun dengan menggunakan pola tau logika tertentu, dari sederhana ke
kompleks.Perbedaan individual pada diri siswa perlu di perhitungkan, karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Santrock, john.W. 2007.Perkembangan anak. Edisi 11. Jilid 6.
Jakarta: Eirlangga
Hurlock, E.B. 1978. Perkembangan anak. Edisi 6. Jilid 1.
Jakarta: Eirlangga
Poedjiati,D.dkk. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Madiun: IKIP
PGRI MADIUN
Malawi, Ibadullah. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Madiun: IKIP
PGRI MADIUN
Winataputra,U.S,dkk.2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sarah. 2011. Teori Belajar Behavioristik dan Kognitif.
Sarahsmart.com (Online).
(http://sarahsmart.org/teori-belajar-behavioristik-dan-kognitif/,diakses pada
19 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar