Senin, 26 Maret 2012

teori belajar kognitif


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
      Setiap individu merupakan sistem yang hidup dan terbuka. Hal ini berarti bahwa individu mengalami kemajuan, perubahan, bersifat dinamis, dan tidak statis. Dengan demikian, setiap individu mengalami proses yang disebut perkembangan.     Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progressif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Untuk menuju ke proses kematangan itu melalui proses belajar  an pembelajaran.
      Pada hakekatnya belajar itu merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi nya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran manusia. Berdasarkan teori belajar tersebut, diharapkan suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan pengetahuan manusia.
      Gagne (dalam Trianto, 2007: 12) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kndisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan  peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkan bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda dirancang atau ditata dalam pembelajaran. Sebagai hasil belajar (Learning outcomes), Gagne (dalam Trianto, 2007: 12) menyatakan dalam lima kelompo, yaitu intelektual skill, cognitive strategy,verbal information, motor skill,dan attitude.
      Selanjutnya, Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal alam pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang diharapkan. Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelejaran  yang memungkinkan mengaktifkan memori siswa yang sesuai dengan informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi eksternal bertujuan antara lain untuk merangsang ingatan, penginformasian tujuan pembelajaran, membimbing belajar materi baru, memberikan kesemempatan kepada siswa  menghubungkan dengan informasi baru.
      Berkenaan dengan teori belajar, ada beberapa macam teori, diantaranya teori belajar bihavioristik, teori belajar kognitifistik, teori belajar kontruktivistik dan lain sebagainya. Dialam makalah ini kelompok kami mencoba memaparkan mengenai teori belajar kognitifistik karena kami beranggapan aspek kognitif memiliki pengaruh yang besar dalam proses belajar dan pembelajaran siswa.

1.2  RUMUSAN MASALAH.
1.      Apa pengertian teori belajar kognitif itu?
2.      Apa perbedaan teori belajar kognitif dengan teori belajar behavioristik?
3.      Apa saja Teori-teori tentang teori belajar kognitif?
4.      Bagaimateori aplikasi teori belajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran?

1.3  TUJUAN
1.         Mampu mendiskripsikan mengenai pengertian teori belajar kognitif
2.         Mengetahui perbedaan teori belajar kognitif dengan teori belajar behavioristik.
3.         Mengetahui Teori-teori tentang teori belajar kognitif
4.         Mengetahui aplikasi teori belajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran








BAB 2
ISI
2.1    PENGERTIAN TEORI BELAJAR KOGNITIF
Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berfikir lebih komplek serta kemampuan melaksanakan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangannya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga akan mampu manjalankan fungsinya dengan wajar dan interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Prinsip teori psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan, ide-ide, dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya sendiri.

a.      Pengertiam Belajar Menurut Teori Kognitif
Sehubungan dengan Belajar,Teori kognitif memandang bahwa belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun perubahan tingkahlaku yang tampak sesungguhnya adalah refleksi dari perubahan interaksi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang diamati dan difikirkan
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu stuasi saling berhungan dengan seluruh konteks stuasi tersebut.Memisah misahkan atau membagi-bagi stuasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen ya ng kecil-kecildan mempelajarinya secara terpisah-pisah,akan kehilangan makna .Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencangkup ingatan,retensi,pengolahan informai,emosi,dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks . Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan-pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk didalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman,dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Teori belajar kognitif  lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.Tiadak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses balajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon ,model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang stuasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.Belajar merupakan perubahan presepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Model Psikologi kognitif berpusat pada pikiran dan bekerjanya pikiran contoh model  ini yang paling awal adalah strukturalisme dan proses pengolahan informasi merupakan contoh yang paling akhir. model pemprosesan informasi telah mengantikan psikologi stimulus respon(masukan-keluarkan). Sampai saat ini peranan proses kognitif masih penting dibidang penelitian psikologi seperti psikologi perkembangan dan penelitian tentang motivasi. Hal ini didukung oleh faktor-faktor berikut
1.      Terbatasnya penjelasan mengenai aktivitas manusia
2.      Adanya penerimaan pandangan tentang individu sebagai manusia belajar yang aktif, sosial dan bersifat selalu ingin tahu
3.      Adanya pandangan yang mengatakan bahwa perubahan tingkah laku merupakan interaksi orang dan situasi.

b.   Tujuan Teori Pembelajaraan kognitif
Tujuan teori psikologis untuk membentuk hubungan yang teruji yang teramal dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya. Untuk dapat memahami atau memprediksi suatu perilaku, kita harus memperhatikan orang tersebut dengan lingkungan psikologisnyasebagai pola ari fakta dan fungsi-fungsi yang saling membutuhkan.
Teori kognitif dikembangkan terutama untuk membantu guru memahami  muridnya. Ternyata, hal itu juga mampu membantu guru memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Menurut teori kognitif, belajar diartikan sebagai proses interaksional seseorang memperoleh pemahaman baru atau struktur kognitif an mengubah hal-hal yang lama. Agar belajar menjadi efektif, guru harus memperhatikan dirinya sendiri dan orang lain. Jadi, psikologi kognitif dikembangkan dengan maksud membantu guru-guru mampu memahami muridnya secara lebih baik. Psikologi kognitif mengembangkan sistem psikologis yang bermanfaaat untuk berhubungan dengan anak-anak dan pemuda saat belajar.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan mengkontruksikan prinsip-prinsip belajar secara ilmiah. Hasilnya berupa prosedur-prosedur yang dapat diterapkan pada situasi kelas untuk mendapatkan hasil yang sangat produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang kait-mengait. Teori ini dikembangkan berasarkan tujuan yang melatarbelakangi perilaku, cita-cita, cara-cara, dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha mencapai tujuan dirinya.

2.2  PERBEDAAN  TEORI BELAJAR KOGNITIF DENGAN TEORI BELAJAR
BIHAVIORISTIK
Teori belajar kognitif menentang aliran behavioristik karena pandangan behavioristik ini bersifat monokuler, memandang tingkahlaku sebagai hasil dari stimulus-respons saja sehingga tidak dapat menggambarkan proses mental yang terjadi. Semua pendekatan dari teori belajar perilaku tampaknya kurang mengindahkan proses-proses mental yang terjadi selama belajar seperti presepsi siswa, pemahaman, dan kognisi dari hubungan esensial antara unsure-unsur yang terjadi dalam belajar. Dilaain pihak, teori kognitif menekankan pada apa saja yang terjadi dalam diri individu itu sendiri alam menganalisis stimulus sampai dengan munculnya respons. Teori kognitif menggambarkan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya sendiri serta lingkungannya dalam satu situasi dan bagaimana struktur kognitif terbentuk
Perbedaan pandangan kedua teori  ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.      Teori Kognitif Menekankan pada Fungsi-fungsi Psikologis.
  Pada umumnya Teori Behavioristik cenderung menjelaskan karakter suatu aktivitas dari segi fisiknya saja dan mengabaikan pengaruh psikologisnya. Segi psikologis artinya adanya kecocokan atau sejiwa dengan logika/pengetahuannya, sedangkan ahli teori kognitif memperhatikan dunia sekeliling dari sudut siswa yang memperhatikan psikologis(proses mental), huubungan dan kejadian yangsa ling mempengaruhi yang berbeda dengan objek fisiknya. Selain itu psikologis kognitif memperhatikan pula sistem syaraf.
2.      Teori Kognitif Berfokus pada Saat Ini.
   Teori perilaku dan apersepsi menggunakan sejarah, yaitu masa lalu orang lain untuk mempelajari perilaku manusia dan motivasinya, kemudian memprediksi masa depannya, seangkan pendekatan  yang digunakan psikologi kognitif adalah situasi atau sejarah masa kini manusia untuk mempelajari keadaan individu pada saat ini untuk kemudian memprediksi masa depanya. Ciri penting teori belajar kognitf adalah selalu diawali dari suatu deskripsi mengenai situasi saat itu secara keseluruhan dan berlanjut ke analisis rinci ari segala aspek situasi. Ide yang harus dipertahankan adalah bahwa tidak ada dua konsep atau lebih yang terpisah secara tersendiri tetepi segala hal selalu bergabtung kepada sesuatu hal yang lain. Kekinian bisa berarti saat ini. Ruang kehidupan adalah suatu konsep yang berisi segala hal yang berkaitan dengan jiwa yang melingkupi jiwa seseorang pada suatu waktu tertentu.
3.      Berinteraksinya Orang dan Lingkungan
   Dalam teori kognitif terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya secara simultan dan saling membutuhkan. Masing-masing tidak terpisahkan, tetapi saling berkaitan. Interaksi adalah proses kognitif dimana didalamnya seseorang secara psikologi, dan simultan memahami lingkungannya dan menemukan beberapa hal yang bermakna. Selanjutnya, orang tersebut akan menghubungkan pemahaman yang diperolehnya dengan dirinya, berbuat sesuatu atas pemahamannya itu sesuai dengan dirinya dan menyadari konsekuensi dari prosese tersebut secara keseluruhan.
Berdasarkan berbagai  pandangan diatas maka prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut:
a)     Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir, perhatian, presepsi, pemecahan masalah dan kesadaran.
b)    Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar berperilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memprihatikan perilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologisnya.
c)     Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir orang tidak sama dan tidak tepat dari waktu ke waktu.

2.3  TEORI-TEORI TENTANG BELAJAR KOGNITIF
A.    Teori Perkembangan Pieget
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.  Menurut pieget perkembangan kognitif amerupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkatkan kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungan yang akan menyebabkan adantya perubahan kualitatif dalam stuktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif . Ia menyimpulkan bahwa daya fikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya berhubungan dengan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak,ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungan.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya. Proses tersebut disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitifnya sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
Asimilasi dan akomodasi akan terjai apabila seseorang mengalami konflikkognitif atau suatu ketidak keseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialami sekarang. Proses ini mempengaruhi kognitif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai cintoh, seorang anak yang sudah memahamik prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan atau sudah dikuasainya dengan prinsip pembagain (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-soal pembagian , maka situasi ini disebut proses akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat megaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbang. Proses penyeimbang yaitu penyeimbang antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangn kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganezet). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan dalam stuktur kognitif.
Sebagaimana dijelaskan diatas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarki artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada diluar tahap kognitifnya. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan  usia:
a)      Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1.      Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4.      Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6.      Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
b)      Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
c)      Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
d)     Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Piaget mengemukakan bahwa penggunaan operassi formal bergantung pada keakraban daerah subyek tertentu. Apabila siswa akrab dengan suatu subyek tertentu, lebih besar kemungkinannya menggunakan operasi formal (Trianto, 2007:16).
Proses belajar dialami seoranga anak pada tahap sensorimotor tertentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap praoperasional, dan akan berbeda puloa dengn mereka yang sudah berada pada  konkret bahkan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstraks cara berfikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dapat dalam rancangan dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan kerakter siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
            Menurut Piaget (dalam Trianti, 2007:16) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi an aktif berinteraksi engan lingkungannya.
Menurut Teresa M.McDevitt dan Ellis Ormord (dalam desmita,2009) menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah:
·      Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisikdan fenomena-fenomena alam.Anak-anak dari semua usia akan banyak mendapat pelajaran dari hasil eksplorasi dunia nyata.Pada tingkat pra-sekolah,eksplorasi ini dapat berupa permainan dengan air,pasir,balok-balok kayu,dll.Selama tahun sekolah dasar,eksplorasi mungkin dilakukan melalui beberapa aktifitas seperti melempar dan menangkap bola,menjelajah alam,membangun strutur bangunan dengan menggunakan stik es krim,dll.Sedangkan untuk usia disekolah menengah,meskipun telah memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak masih perlu diberi kesempatan untuk memalipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkrit,seperti bereksperimen dengan menggunakan alat-alat di laboratorium,peralatan memasak dan makan, atau dengan menggunakan peralatan tukang kayu.
·      Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dalam mengajukkan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
Dengan memberikan tugas-tugas yang berdasarkan teori Piaget,baik yang berkaitan dengan ketrampilan berpikir oprasional konkrit maupun operasional abstrak,serta dengan mengopserfasi respon siswa terhadap tugas-tugas tersebut,guru akan mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran dan penalaran para siswa.Dengan mengetahui pemikiran dan penalaran siwa,guru akan dapat menyusun kurikulum dan materi pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir mereka.
·      Tahap-tahap perkembangan kognitip Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pembelajaran
Tahapan pemikiran yang bertuang dalam teori Piaget dapat memberikan petunjuk tentang pemikiran dan proses penalaran siswa pada berbagai tingkat usia.Guru sekolah dasar misalnya akan memahami bahwa siswanya kemungkinan menghadapi kesulitan dengan pecahan atau desimal dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti konsep keadilan,kebaikan,dll).Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan siswanya mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun masih berupa pemikiran yang tidak realistis.
·      Tahap-tahap perkembangan kognitip Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tungkat kelas yang berbeda.
Pada setiap tingkat perkembangan kognitip,siswa secara aktip diberi semangat dalam proses pembelajaran.Guru harus tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan berfikir siswa saat sekarang.Proses pendidikan di sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk mengalami pengalaman atas dunia.
·      Merancang aktifitas kelompok dimana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain.
Piaget melihat adanya nilai pendidikan yang sangat besar  di dalam interaksi-interaksi sosial dengan teman sebaya sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan pandangan sendiri.Artinya, interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji pemikirannya,merasa tertantang,menerima umpan balik dan melihat bagaimana orang lain mengatasi masalah.
          Dalam perspektif pemrosesan informasi,pembelajaran dipandang sebagai proses memasukan informasi ke dalam memori,mempertahankan,dan kemudian mengungkapkannya kembalinya untuk tujuan tertentu dikemudian hari.Bagaimana peserta didik menyimpan dan menyerbarkan informasi,bagaimana ia mengambil kembali informasi untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas belajar yang komplek menunutut adanya ketrampilan kognitif.
     Secara umum adapun implikasi penting dalam model pembelajaran dari teori piaget adalah sebagai berikut:
1.   Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaaran kawaban siswa guru harus memahami proses yang digunakan anak seingga sampai pada jawaban tersebut.(bandingkan dengan teori belajar behateoristik yang hanya memusatkan perhatian kepada hasilnya ,kebenaran,jawaban,atau perilaku siswa yang dapat ditamati).Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang mutakhir,dan jika guru penuh perhatianterhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu ,baulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dengan yang dimaksud.
2.   Memperhatikan peranan pelik dan inisiatif anak sendiri,keterlibatan aktif dalam kegatan pembelajaran.didalam kelas piaget ,penyajian pengetahuan jadi(ready-made) tidak mendapat peenekanan ,melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu(discoveri maupun inquiry) melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.Oleh sebab itu guru dituntutt mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.menerapkan teori piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak menggunakan penyelidikan.
3.   Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan teori piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh  melewati urutan perkembangan yang sama,namun pertumbuh itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda.Oleh sebab itu guru mampu melakuakan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari paa bentuk kelas yang utuh.
Implikasi dalam proses pembelajaran saat guru memperkenalkan informasi ang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep,memberikan wakyu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berfikir formal.

B.     Teori Belajar Menurut Brunner
Jerome Brunner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a.    Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menggapai suatu rangsangan.
b.   Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c.    Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata – kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d.   Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e.    Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep – konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasi suatu konsep pada orang lain.
f.    Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut  free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh – contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahsa seseorang, maka Brunner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Ada 3 aspek  pokok  bahasan yang terikat dengan perkembangan kognitif, yaitu:
a.      Bahasa
Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan disimbolisasikian agar dapat menyampaikan arti kepada  orang lain (Mulyani Sumantri, tanpa tahun). Oleh karena itu perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata.
Perkembangan Bahasa terbagi atas 2 periode besar, yaitu;
1.      Periode prelinguistik(0-1 tahun)
2.      Periode linguistik ( 1-5 tahun)
a. Fase satu kata (holofrase)
b.      Fase lebih dari satu kata
c.       Fase differensiasi
b.   Memori
Memori adalah recognition dan recall. Recognition adalah kemampuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang telah dikenali sebelumnya. Recall adalah kemampuan menjelaskan tentang pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Lange, dalam Papalia, old dan Feldmand, 1998). Kemampuan recall dipengaruhi oleh motivasi yang tinggi dan pola belajar yang strategis.

c.   Intelegensi
C.P Chaplin (1975) mengartikan intelegensi itu sebagai kemampuan menghadapi dan menguasai diri terhadap situasi baru  secara cepat dan efisien.
Menurut Gardner ,ada 8 jenis kecerdasan (Hoerr,2000) yaitu:
1.      Kecerdasan Bahasa :kepekaan pada makna dan susunan kata.Anak yang cerdas bahasa,biasanya banyak bercerita,kosa katanya lebih banyak dibandingkan rata-rata usia.Pada anak yang lebih besar,mereka mampu menulis cerita.
2.      Kecerdasan Logika/Matematika:kemampuan untuk menangani relevansi/argumentasi serta mengenali pola dan urutan.Anak yang cerdas logik/matematika akan menyukai soal hitungan,memecahkan masalah dan menganalis situasi,memahami cara kerja sesuatu,memperlihatkan ketepatan dan pemecahan masalah,bekerja dalam situasi yang mengandung jawaban jelas.
3.      Kecerdasan Musikal/:kepekaan terhadapan titi nada,melodi,irama.Anak yang cerdas musik biasanya suka mendengarkan dan bermain musik,menyesuaikan perasaan dengan musik dan irama,bernyanyi dan bersenandung,menciptakan dan meniru lagu.
4.      Kecerdasan Kinestetik:kemampuan untuk menggunakan tubuh dengan terampil dan memegang obyek dengan cakap.Anak yang cerdas kinestetik akan berolahraga dan aktif secara fisik,berani mengambil resiko dengan tubuh mereka,menari,bermain peran dan meniru gerak,membuat hasta karya dan bermain dengan benda mekanis.
5.      Kecerdasan Spasial:kemampuan untuk mengindera dunia secara akurat dan menciptakan kembali atau mengubahnya secara akurat.Anak yang cerdas spasil sering membuat coretan dengan lukisan tampilan 3 dimensi,mengamati dan menciptakan peta dan diagram ,membongkar dan menyusun kembali barang-barang.
6.      Kecerdasan Naturalis:kemampuan untuk mengenali dan mengklasifikasi aneka spesies,flora dan fauna.Anak yang cerdas naturalis banyak meluangkan waktu di luar ruangan,mengumpulkan tanaman,bebatuan dan binatang,mendengarkan bunyi-bunyian di luar,memperhatikan hubungan di alam,mengelompokan flora dan fauna.
7.      Kecerdasan Interpersonal:kemampuan untuk memahami orang dan membina hubungan.Anak yang cerdas interpersonal biasanya memiliki banyak kawan,dapat memimpin,berbagi, menengahi,membuat kesepakatan,membantu teman memecahkan masalah dan menjadi anggota kelompok yang efektif.
8.      Kecerdasan Intrapersonal:akses pada kehidupan emosional diri sebagai sarana untuk memahami diri sendiri dan orang lain.Anak yang cerdas intrapersonal biasanya sering merenung,mengendalikan perasaan,mengejar minat pribadi,menyusun agenda,belajar dengan mengamati dan mendengarkan.
Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
1)      Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas – aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2)      Tahap ikonik, seseorang memahami objek – objek atau dunianya melalui gambr – gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) daan perbandingan (komparasi).
3)      Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide – ide atau gagasan – gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol – simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagianya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berfikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses pembelajaran.
Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakan dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.
Demikian juga model pemahaman konsep dari Brunner (dalam degeng, 1989), menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang brbeda menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategorikan meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh – contoh (objek – objek atau peristiwa – peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep – konsep ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori – kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Menurut Brunner, kegiatan mengkategorikan memiliki dua komponen yaitu;
1) tindakan pembentukan konsep,
2) tindakan pemahaman konsep.
Artinya langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antara keduannya adalah :
1)      Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku mengkategorikan ini berbeda.
2)      Langkah – langkah dari kedua proses berfikir tidak sama.
3)      Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda.
Brunner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;
1)      Nama
2)      Contoh – contoh baik yang positif maupun yang negatif
3)      Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
4)      Rentangan karakteristik
5)      Kaidah
Menurut brunner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisa, kurang mengembangkan kemampuan berfikir intuitif. Padahal berfikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep – konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).
Brunner menyarankanagar siswa – siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif denagn konsep – konsep dan prinsip – prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen – eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip – prinsip itu sendiri.

C.    Teori Belajar Menurut Ausubel
Teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yangterdapat dalam struktur kognitif seseorang. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsepsi ini adalah Ausubel.
Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yabg lebih spesifik dan konkret. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.
Advance organizers yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Pengguaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan-ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikembangkan oleh Ausubel tersebut, dikembangkan oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintregasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata memilih fungsi ganda, yaitu :
1)      Sebagai skema yang menggambarkan atau mempresentasikan organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2)      Sebagai kerangka atau tempat untuk mengaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.
Skemata memiliki asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih terperinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilsikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang tersusun sacara hierarkhis. Struktur yang dimiliki individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Dengan kata lain, skemata yang dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari orang tersebut. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang khusus dan spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Regeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa skemata dapat dimodifikasikan oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru. Anderson (1980) dan Tenyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan pada masing-masing individu. Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam pengembangan-pengembangan teori pembelajaran. Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan sebagai berikut (Degeng, 1989) :
a.       Hirarki belajar
Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang dituangkan dalam suatu struktur isi yang disebut hirarkhi belajar. Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum pengetahuan yang lain dipelajari.
b.       Analisa tugas
Cara lain dipakai untuk menunjukkan isi bidang studi adalah information pricessing appoarch to task analysis. Tipe hubungan prosedural ini memberikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungn prosedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah yang terakhir.
c.       Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar. Ia menggunakan urutan umum ke rinci atau subsumptive sequence sebagai utama untuk mengorganisasi pengajaran. Perolehan belajar dan retensi akan dapat ditingkatkan bila pengetahuan baru diasimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada.
d.      Kirikulum spiral
Gagasan tentang kurikulum spiral yang dikemukakan oleh Bruner dilakukan dengan cara mengurutkan pengajaran. Urutan pengajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarakan isi yang sma dengan cakupan yang lebih rinci.
e.       Teori skema
Teori skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Teori ini memandang bahwa belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam ini seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang sudah baru. Struktur kognitif yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative schema pada proses belajar berikutnya.
f.        Webteaching
Webteaching yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus diintregasikan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
g.       Teori elaborasi
Teori elaborasi mengintregasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro. Teori ini mempreskripsikan cara pengorganisasian isi bidang studi dengan mengikuti urutan umum ke rinci, dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

2.4  Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
  Hakekat belajar menurut teori kognitif di jelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaiatan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal.Kegitan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak di gunakan.Dalama merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak tujuan mekanistik sebagaimana yang di lakukan dalam behavioristik.Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam prroses berfikirnya.Mereka mengalami perkembangan kognitif melaluitahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutana jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat di pentingkan, karena hanya dengan mengangtifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah di miliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.Agar bermakna, informasi baru harus di sesuaikan akan di hubungkan dengan pengetahuan yang telah di miliki siswa.Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang di pelajari dengan apa yang telah di ketahui siswa.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswwa perlu di perhitungkan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Kegiatan tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktifitas menemukan(discovery).Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak di lakukan pengulangan.Hal ini tercemin dari model kurikulum spiral yang di kemukakannya.Berbeda dengan Bruner, Ausebel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu.Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif.Hal ini tampak dari konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajar yang akan di pelajari siswa.
Dalam pemahaman di atas, maka langkah-langkah pemebelajarn yang di kemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda.Secara garis besar langkah-langkah peembelajaran yang di kemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat di gunakan.Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
      Langkah –Langkah pembelajaran menurut Piaget:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Memilih materi pembelajaran.
3.      Menentukan topic-topik yang dapat di pelajari siswa secara aktif.
4.      Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuktopi-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya.
5.      Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangasang kreatifitas dan cara berfikir siswa.
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3.      Memilih materi.
4.      Menentukan topic-topik yang dapat di pelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5.      Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk di pelajari siswa.
6.      Mengatur topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleksm dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap anaktif, ikonik, sampai ke simbolik.
7.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.


Langkah-langkah pembelajaran Ausubel:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karekteristik siswa (kemampuan awal, motivikasi, gaya belajar, dan sebagainya).
3.      Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4.      Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan di pelajari siswa.
5.      Mempelajari konsep-konsep ini tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.      Melakukan penilain proses dan hasil belajar siswa.








BAB 3
PENUTUP
3.1                       SIMPULAN
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan dapat di ukur.Asumsi teori ini adalah bahwa setipa orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yand di milikinya.Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah di miliki seseorang.
Di antara para pakar teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, Audubel.Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap –tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi akomodasi dan equilibrasi.Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih di tentukan oleh umur.Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.Menurut Bruner ada beberapa aspek yang mempengaruhi perkembangan kognitif, diantaranya seperti Bahasa, Memori, dan  Intelegensi.
Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasi pengetahuan yang telah di milikinya dengan pengetahuan baru.Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah di simpan.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat di pentingkan.Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan sruktur kognitif yang telah di miliki siswa.Materi pelajaran di susun dengan menggunakan pola tau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.Perbedaan individual pada diri siswa perlu di perhitungkan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan siswa.



DAFTAR PUSTAKA
Santrock, john.W. 2007.Perkembangan anak. Edisi 11. Jilid 6. Jakarta: Eirlangga
Hurlock, E.B. 1978. Perkembangan anak. Edisi 6. Jilid 1. Jakarta: Eirlangga
Poedjiati,D.dkk. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Madiun: IKIP PGRI MADIUN
Malawi, Ibadullah. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Madiun: IKIP PGRI MADIUN
Winataputra,U.S,dkk.2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sarah. 2011. Teori Belajar Behavioristik dan Kognitif. Sarahsmart.com (Online). (http://sarahsmart.org/teori-belajar-behavioristik-dan-kognitif/,diakses pada 19 Maret 2012)

_________.2009. Teori Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget. psikologizone.com. (Online). (http://www.psikologizone.com/teori-kognitif-psikologi-perkembangan-jean-piaget/06511234,diakses pada 19 Maret 2012)